Pengertian Azbabun Nuzul
Menurut bahasa
“Azbabun Nuzul” – Sebab-sebab turunnya al-Qur’an, yang mana al-Qur’an itu
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur dalam
masa kurang lebih 23 tahun.
Sedangkan
menurut Shubhi Al-Saleh dalam mendefinisikan Azbabun Nuzul yaitu:
“sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa
ayat yang mengandung sebab itu, atau
memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa
terjadinya sebab tertentu”.
2. Macam-macam Azbabun Nuzul
Dari segi
jumlah sebab dan ayat yang turun, Azbabun Nuzul dapat dibagi menjadi:
-
Ta’addud al-Asbab wa al-Nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu
dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun
satu).
-
Ta’addud al-Nazil wa al-Asbab wahid (ini persoalan yang terkandung
dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab
turunnya satu).
Sebab turun ayat disebut Ta’addud
bila ditemukan dua ayat atau yang berbeda atau lebih tentang seba turun suatu
ayat atau sekelompok ayat tertentu. Sebaliknya, sebab turun itu disebut Wahid
atau tunggal bila riwayatnya hanya satu. Suatu ayat atau sekelompok ayat
yang turun disebut Ta’addud an-Nazil , bila inti persoalan yang
terkandung dalam adlah sebab ayat turun
sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan.
Beberapa ayat yang tidak terkait
dengan aasbabun Nuzul
a.
Menjelaskan tentang Nabi-nabi dan rasul.
b.
Kejadian-kejadian masa lampau dan masa sekarang.
c.
Kejadian ghaib.
d.
Tentang hari kiamat.
e.
Tentang adanya surga dan neraaka.
B.
Kaedah-kaedah Azbabun Nuzul
Lafal-lafal
dari riwayat yang shahih tidak selalu berupa Nash shahih (pernyataan yang
jelas) dalam menerangkan sebab turunnya ayat, diantaranya ada yang dengan
pernyataan yang konkrit, dan ada pula dengan bahasa yang samar yang kurang
jelas maksudnya. Sebab, mungkin yang dimaksudkan itu adalah sebab turunnya ayat
atau hukum yang terkandung dalam ayat itu.
Apabila seorang
perawi menerangkan dengan lafal/kata “sebab” atau memakai fa’ta’qibiyyah “fa’
yang mempunyai arti= “makna/kemudian”, yang masuk ke dalam materi turunnya
ayat, sesudah ia menerangkan suatu peristiwa/sebuah pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi SAW. Misalnya ia berkata:
Artinya: “terjadi peristiwa ini aatau nabi ditanya tentang
peristiwa ini, maka turunlah ayat ini”.
Maka yang demikian
itu, merupakan Nash/pernyataan yang jelas menunjukkan sebab turunnya ayat itu.
Tetapi apabila seorang perawi menyatakan:
__________
“ayat ini turun tentang itu” maka ibarat ini mengandung dua
kemungkinan, yaitu: mungkin itu sebab turunnya ayat tersebut dan mungkin pula
mengandung suatu hukum dalam ayat itu. Dan apabila seorang perawi berkata:
__________
“ ayat ini turun tentang hal itu” sedang perawi lain berkata:
__________
“ayat ini turun bukan tentang hal itu” maka jika lafal itu dapat
menerima maksud dari kedua perawi itu, maka dapatlah dipertanggungkannya kepada
kedua-duanya dan tak ada pertentangan antara kedua-duanya.
Namun, apabila ada
dua hadist yang sama-sama kuat, tarjih maka yang dianggap paling kuat adalah
perawi yang mengalami kejadian tersebut.
Para tabi’in
berpendapat bahwa tidak bisa dikatakan hadist itu shahih apabila tidak
disandarkan/dikuatkan pada hadits lain, walaupun hadits mursal yang
diriwayatkan oleh seorang imam ahli tafsir yang dianggapnya mengambil dari
sahabat Nabi yang dimekerti agar dipandang hadits itu shahih.
Kaidah matan,
0 komentar:
Post a Comment