TEKNIS-TEKNIS DALAM FILSAFAT ILMU
(AKSIOMA, POSTULATA, PRESUMSI, ASUMSI)
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu Keislaman
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Ismail, M. Ag., M.Hum.
![](file:///C:/Users/Rohimah/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
Oleh:
Rohimah (1600118057)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
A.
Pendahuluan
Berpikir
merupakan ciri hakekat manusia dan karena berpikirlah dia menjadi manusia.
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Pengetahuan yang
merupakan produk kegiatan berpikir merupakan obor dan semen peradaban di mana
manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.
Ilmu
merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa mengahargai ilmu,
kita harus mengerti hakekat ilmu itu. Pengertian yang mendalam terhadap hakekat
ilmu, bukan saja akan mengikatkan apresiasi kita terhadap ilmu namun juga membuka
mata kita terhadap berbagai kekurangannya.
Terdapat
berbagai sumber kebenaran lain yang memperkaya khazanah kehidupan kita, dan
semua kebenaran itu mempunyai manfaat asal diletakkan pada tempat yang layak.
Kehidupan terlalu rumit jika hanya dianalisis dengan satu jalan pemikiran.[1] Francis
Bacon menyatakan bahwa pengetahuan
adalah kekuasaan. Apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau malapetakan bagi umat
manusia, semua terletak pada orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu
bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik
pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh
dalam memanfaatkan kekuasaan tersebut terletak pada sistem nilai si pemilik
pengetahuan.[2]
Berikut
akan dijelaskan secara ringkas beberapa teknik penting yang dibicarakan dalam
filsafat ilmu pengetahuan. Diantaranya terdapat aksioma, postulata, presumsi,
dan asumsi yang digunakan untuk mengetahui hakikat ilmu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan aksioma?
2.
Apa yang
dimaksud dengan postulata ?
3.
Apa yang
dimaksud dengan presumsi ?
4.
Apa yang
dimaksud dengan asumsi ?
C.
Pembahasan
1.
Aksioma
Aksioma
merupakan pernyataan yang dapat diterima tanpa pembuktian karena telah terlihat
kebenarannya. [3]Aksioma
dalam bahasa Inggris: axion; dalam bahasa Yunani: axioma yang
memiliki arti pantas atau layak. Aksioma adalah pendapat yang dijadikan pedoman dasar dan merupakan dalil
pemula, sehingga kebenarannya tidak perlu dibuktikan
lagi. Aksioma yaitu suatu pernyataan yang diterima
sebagai kebenaran dan bersifat umum, tanpa memerlukan pembuktian. Dengan kata lain, aksioma yitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua
orang.
Beberapa
pengertian lain tentang aksioma yakni;
a.
Suatu
pernyataan dasar yang tidak dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan lain.
Aksioma merupakan titik awal dari mana pernyataaan-pernyataan lain dapat
disimpulkan. Aksioma-aksioma dapat dibuktikan dengan cara yang sama sebagaimana
pernyataan-pernyataan yang disimpulkan dari aksioma-aksioma. Buktinya dikaitkan
sejauh mana hal-hal itu dapat digunakan untuk membangun suatu sistem yang
koheren dan inklusif.
b.
Pernyataan
dalam teori ilmu pengetahuan yang dibangun sedemikian sehingga pernyataan itu
diambil sebagai titik mulai dan titik usah dibuktikan dalam teori yang
bersangkutan. Dari aksioma itu pernyataan –pernyataan lain dalam teori itu
ditarik sesuai dengan aturan-aturan yang pasti.[4]
2.
Postulata
Postulat
berasal dari bahasa Latin postulatum dan postulare yang artinya
meminta dan menuntut.[5] Istilah postulat biasanya digunakan untuk
menunjukkan proposisi yang merupakan titik tolak pencarian yang bukan definisi
atau pengandaian sementara.
Postulat
merupakan cara pandang yang / dan ‘tidak perlu lagi diverifikasi secara
empiris’. Cara pandang itu bisa ditolak atau diterima tidak berdasarkan fakta
empiris sebab pernyataan yang disimpulkan ditarik dari pendekatan tertentu.
Pendekatan tersebut biasa terkait dengan
ideologi atau falsafah sehingga ditolak atau diterimanya sebuah postulat harus
dilihat dari sudut pendekatan yang digunakan, jadi tidak melalui pengujian
secara empiris. Postulat merupakan pernyataan yang “dianggap benar” dan diperlukan
untuk menyusun kerangka berpikir. Postulat yaitu anggapan dasar yang begitu
saja diterima.[6]
Diterima atas dasar kepercayaan.
Postulat
memiliki pengertian yang sama dengan aksioma; yakni kebenaran-kebenaran dasar
yang tidak membutuhkan bukti lagi. Dalam filsafat, postulat berarti dalil yang
dianggap benar, meskipun kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Misalnya dalil
tentang adanya Tuhan dalam filsafat Kant. Menurut Kant, dalil tentang adanya
Tuhan merupakan postulat yang perlu supaya hidup manusia berlaku secara susila.
Demikian
pula dengan ilmu, dalam mengemukakan konklusinya, ilmu selalu bersandar kepada
postulat-postulat tertentu atau kebenaran-kebenaran apriori yang telah
diterima sebelumnya secara mutlak. Adapun postulat ilmu pengetahuan adalah
sebagai berikut; pertama, dunia itu ada dan manusia dapat mengetahui
bahwa dunia itu ada. Kedua, dunia empiris itu dapat diketahui oleh
manusia melalui panca indera. Ketiga, fenomena-fenomena yang terdapat di
dunia ini berhubungan satu sama lain secara kausal. Keempat, percaya
akan keseluruhan homogenitas alam. Alam merupakan satu keseluruhan yang
homogen. Alam tidak terbagi-bagi dalam realm yang berbeda-beda yang
bertentangan dengan hukum alam. Kelima, percaya akan keseragaman hukum
alam. Keenam, percaya akan nilai-nilai perorangan (individual).
Demikianlah postulat yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan.[7]
Postulat merupakan pernyataan yang kebenarannya tidak perlu diuji sebab sudah
diterima oleh umum. Contohnya matahari terbenam di Barat.[8]
3.
Presumsi
Presumsi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penguraian, pengandaian.[9] Presumsi
merupakan suatu pernyataan yang disokong oleh bukti atau percobaan-percobaan,
meskipun tidak dianggap sebagai benar walaupun kemungkinannya tinggi bahwa
pernyataan itu benar.[10]
Presumsi muncul dari kesepakatan yang ada terhadap suatu pernyataan.
4.
Asumsi
Asumsi
(atau anggapan dasar) ialah anggapan yang menjadi titik tolak penelitian.
Asumsi secara implisit terkandung dalam paradigma, perspektif, dan kerangka
teori yang digunakan dalam penelitian. Asumsi umumnya diterima begitu saja
sebagai suatu yang benar dengan sendirinya. Asumsi bisa berasal dari postulat,
yaitu kebenaran (dalil-dalil) a priori yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya. Michael Polanyi menyebut asumsi-asumsi itu sebagai ‘dimensi yang
tidak terungkap atau tersembunyi dalam ilmu pengetahuan’. Misalnya, dalam
empirisme terkandung asumsi bahwa alam ini ada, fenomena alam seragam dan sama
di mana saja, alam dapat diketahui melalui pengamatan dan rasio atau metode
empiris-eksperimental, fenomena alam ditentukan oleh hukum-hukum alam
(determanistik) dan seterusnya.[11]
Asumsi
yakni pernyataan yang harus diverifikasikan kebenarannya apakah materi yang
dikandung pernyataan itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Dalam asumsi kita
harus menilai, apakah pernyataan itu ‘benar’ atau ‘tidak benar’, dilihat dari
realitas empiris. Setiap pernyataan yang bersifat asumtif haruslah berdasarkan penelitian mengenai dunia
empiris. Asumsi merupakan anggapan yang mengacu kepada realitas.[12] Asumsi yaitu pernyataan yang dapat diuji
kebenarannya secara empiris berdasarkan pada penemuan, pengamatan dan percobaan
dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Asumsi
merupakan kesepakatan terhadap diterimanya suatu pernyataan. Asumsi muncul
meminta disepakati untuk dicarikan kebenaran, setelah terbukti kebenarannya,
maka munculla hipotesis dari pernyataan yang telah diuji. Baru setelah itu bisa
dinyatakan untuk disepakati bersama apakah suatu pernyataan tersebut terbukti
benar atau tidak benar.
Selain
postulat, ilmu juga bersandar pada asumsi-asumsi tertentu sebelum melakukan penyelidikan ilmiah. Asumsi
ialah anggapan yang sudah dianggap benar, yang tidak diragukan lagi, terutama
oleh ilmuan itu sendiri. Asumsi merupakan anggapan yang menjadi dasar dan titik
tolak segala kegiatan yang dihadapi oleh
ilmuan. Ada dua kemungkinan yang dilakukan ilmuan dalam mengambil anggapan atau
asumsi dasarnya; pertama, asumsi tersebut diambil dari postulat, yaitu
kebenaran-kebenaran apriori atau dalil yang dianggap benar walaupun
kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Kedua, mengambil dari teori yang
dikemukakan pemikir terdahulu yang kebenarannya tidak disangsikan lagi oleh
masyarakat, terutama oleh ilmuan itu sendiri.
Untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai
objek-objek empiris yang berfungs memberi arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama asumsi yang
dikemukakannya bisa diterima. Semua teori keilmuan mempunyai asumsi-asumsi,
baik yang dinyatakan secara tersurat (eksplisit) maupun tersirat (implisit). [13]
Untuk
mendapatkan pengetahuan, ilmu membuat beberapa asusmsi mengenai obyek-obyek
empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumtif inilah yang memberi arah
dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap
benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.[14]
Menurut
Jujun, secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek
empiris. Asumsi-asumsi yang mendasari ilmu pengetahuan sebagai berikut; pertama,
objek-objek tertentu memiliki keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal
bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan asumsi ini, orang dapat
mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam suatu golongan. Klasifikasi
merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang
ditelaahnya dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang pertama kali
berkembang. Asumsi kedua adalah
anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek
dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga adalah determinisme
yang menyatakan bahwa setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang
bersifat kebetulan, tetapi mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan
urutan-urutan kejadian yang sama.[15]
D.
Kesimpulan
Dalam filsafat ilmu diperlukan beberapa teknik yang bisa digunakan
untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Di dalam makalah ini dibahas mengenai
beberapa teknik yang bisa digunakan. Dari beberapa teknik tersebut bisa
dilakukan sedemikian rupa sehingga suatu studi bisa dilaksanakan secara
sistematis. Teknik-teknik yang dibahas yaitu mengenai aksioma, postulata,
presumsi, dan asumsi.
1.
Aksioma
merupakan pernyataan yang dapat diterima tanpa pembuktian karena telah terlihat
kebenarannya. Kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang.
2.
Postulat
merupakan pernyataan yang “dianggap benar” dan diperlukan untuk menyusun
kerangka berpikir. Postulat yaitu anggapan dasar yang begitu saja diterima. Postulat
memiliki pengertian yang sama dengan aksioma; yakni kebenaran-kebenaran dasar
yang tidak membutuhkan bukti lagi. Kebenaran yang diterima atas dasar
kepercayaan.
3.
Presumsi
merupakan suatu pernyataan yang disokong oleh bukti atau percobaan-percobaan,
meskipun tidak dianggap sebagai benar walaupun kemungkinannya tinggi bahwa
pernyataan itu benar. Kebenaran yang diterima sesuai kesepakatan.
4.
Asumsi
yakni pernyataan yang harus diverifikasikan kebenarannya apakah materi yang
dikandung pernyataan itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Dalam asumsi kita
harus menilai, apakah pernyataan itu ‘benar’ atau ‘tidak benar’, dilihat dari
realitas empiris dan dari hipotesis yang ada.
[1] Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Obor Indonesia, 1995), hlm.
1-4.
[2] Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,..., hlm.35.
[3] https://www.wordpress.cpm/2011/04/27/definisi-dan-karakteristik-ilmu-2/amp/ , diakses pada
hari Rabu, 5 April 2017.
[4] Lorens Bagus, Kamus
Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 34.
[5] Lorens Bagus, Kamus
Filsafat, hlm.
[6] Maman Rachman,
dkk., Filsafat Ilmu, (Semarang: UPT MKU Unnes, 2006), hlm. 145-150.
[7] Ilyas Supena, Paradigma
Unity of Sciences IAIN Walisongo dalam Tinjauan Filsafat Ilmu, (Semarang: LP2M
IAIN Walisongo, 2014), hlm. 56.
[8]http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-asumsi-dalam-penelitian.html# , diakses pada hari Rabu, 5 April 2017.
[9] Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm.
[11] Akhyar Yusuf
Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer, ( Jakarta: Rajawali
Pers, 2015), hlm. 77.
[13] Ilyas Supena, Paradigma
Unity of Sciences..., hlm. 57-59.
[14] Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,..., hlm. 6.
[15] Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,..., hlm. 7-8.
0 komentar:
Post a Comment