mari belajar tentang ilmu-ilmu keislaman, filsafat, teori-teori belajar dan lain sebagainya

Sunday, November 5, 2017

TEKNIS-TEKNIS DALAM FILSAFAT ILMU (AKSIOMA, POSTULATA, PRESUMSI, ASUMSI)

TEKNIS-TEKNIS DALAM FILSAFAT ILMU
(AKSIOMA, POSTULATA, PRESUMSI, ASUMSI)

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu Keislaman
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Ismail, M. Ag., M.Hum.




Oleh:
Rohimah          (1600118057)

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
A.  Pendahuluan
Berpikir merupakan ciri hakekat manusia dan karena berpikirlah dia menjadi manusia. Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikir merupakan obor dan semen peradaban di mana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.
Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa mengahargai ilmu, kita harus mengerti hakekat ilmu itu. Pengertian yang mendalam terhadap hakekat ilmu, bukan saja akan mengikatkan apresiasi kita terhadap ilmu namun juga membuka mata kita terhadap berbagai kekurangannya.
Terdapat berbagai sumber kebenaran lain yang memperkaya khazanah kehidupan kita, dan semua kebenaran itu mempunyai manfaat asal diletakkan pada tempat yang layak. Kehidupan terlalu rumit jika hanya dianalisis dengan satu jalan pemikiran.[1] Francis Bacon menyatakan  bahwa pengetahuan adalah kekuasaan. Apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau malapetakan bagi umat manusia, semua terletak pada orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan tersebut terletak pada sistem nilai si pemilik pengetahuan.[2]
Berikut akan dijelaskan secara ringkas beberapa teknik penting yang dibicarakan dalam filsafat ilmu pengetahuan. Diantaranya terdapat aksioma, postulata, presumsi, dan asumsi yang digunakan untuk mengetahui hakikat ilmu.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan aksioma?
2.      Apa yang dimaksud dengan postulata ?
3.      Apa yang dimaksud dengan presumsi ?
4.      Apa yang dimaksud dengan asumsi ?







C.  Pembahasan
1.      Aksioma
Aksioma merupakan pernyataan yang dapat diterima tanpa pembuktian karena telah terlihat kebenarannya. [3]Aksioma dalam bahasa Inggris: axion; dalam bahasa Yunani: axioma yang memiliki arti pantas atau layak. Aksioma adalah pendapat yang dijadikan pedoman dasar dan merupakan dalil pemula, sehingga kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi. Aksioma yaitu suatu pernyataan yang diterima sebagai kebenaran dan bersifat umum, tanpa memerlukan pembuktian. Dengan kata lain, aksioma yitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang.
Beberapa pengertian lain tentang aksioma yakni;
a.    Suatu pernyataan dasar yang tidak dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan lain. Aksioma merupakan titik awal dari mana pernyataaan-pernyataan lain dapat disimpulkan. Aksioma-aksioma dapat dibuktikan dengan cara yang sama sebagaimana pernyataan-pernyataan yang disimpulkan dari aksioma-aksioma. Buktinya dikaitkan sejauh mana hal-hal itu dapat digunakan untuk membangun suatu sistem yang koheren dan inklusif.
b.    Pernyataan dalam teori ilmu pengetahuan yang dibangun sedemikian sehingga pernyataan itu diambil sebagai titik mulai dan titik usah dibuktikan dalam teori yang bersangkutan. Dari aksioma itu pernyataan –pernyataan lain dalam teori itu ditarik sesuai dengan aturan-aturan yang pasti.[4]

2.      Postulata
Postulat berasal dari bahasa Latin postulatum dan postulare yang artinya meminta dan menuntut.[5]  Istilah postulat biasanya digunakan untuk menunjukkan proposisi yang merupakan titik tolak pencarian yang bukan definisi atau pengandaian sementara.
Postulat merupakan cara pandang yang / dan ‘tidak perlu lagi diverifikasi secara empiris’. Cara pandang itu bisa ditolak atau diterima tidak berdasarkan fakta empiris sebab pernyataan yang disimpulkan ditarik dari pendekatan tertentu. Pendekatan tersebut  biasa terkait dengan ideologi atau falsafah sehingga ditolak atau diterimanya sebuah postulat harus dilihat dari sudut pendekatan yang digunakan, jadi tidak melalui pengujian secara empiris. Postulat merupakan pernyataan yang “dianggap benar” dan diperlukan untuk menyusun kerangka berpikir. Postulat yaitu anggapan dasar yang begitu saja diterima.[6] Diterima atas dasar kepercayaan.
Postulat memiliki pengertian yang sama dengan aksioma; yakni kebenaran-kebenaran dasar yang tidak membutuhkan bukti lagi. Dalam filsafat, postulat berarti dalil yang dianggap benar, meskipun kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Misalnya dalil tentang adanya Tuhan dalam filsafat Kant. Menurut Kant, dalil tentang adanya Tuhan merupakan postulat yang perlu supaya hidup manusia berlaku secara susila.
Demikian pula dengan ilmu, dalam mengemukakan konklusinya, ilmu selalu bersandar kepada postulat-postulat tertentu atau kebenaran-kebenaran apriori yang telah diterima sebelumnya secara mutlak. Adapun postulat ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut; pertama, dunia itu ada dan manusia dapat mengetahui bahwa dunia itu ada. Kedua, dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia melalui panca indera. Ketiga, fenomena-fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu sama lain secara kausal. Keempat, percaya akan keseluruhan homogenitas alam. Alam merupakan satu keseluruhan yang homogen. Alam tidak terbagi-bagi dalam realm yang berbeda-beda yang bertentangan dengan hukum alam. Kelima, percaya akan keseragaman hukum alam. Keenam, percaya akan nilai-nilai perorangan (individual). Demikianlah postulat yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan.[7] Postulat merupakan pernyataan yang kebenarannya tidak perlu diuji sebab sudah diterima oleh umum. Contohnya matahari terbenam di Barat.[8]

3.      Presumsi
Presumsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penguraian, pengandaian.[9] Presumsi merupakan suatu pernyataan yang disokong oleh bukti atau percobaan-percobaan, meskipun tidak dianggap sebagai benar walaupun kemungkinannya tinggi bahwa pernyataan itu benar.[10] Presumsi muncul dari kesepakatan yang ada terhadap suatu pernyataan.

4.      Asumsi
Asumsi (atau anggapan dasar) ialah anggapan yang menjadi titik tolak penelitian. Asumsi secara implisit terkandung dalam paradigma, perspektif, dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian. Asumsi umumnya diterima begitu saja sebagai suatu yang benar dengan sendirinya. Asumsi bisa berasal dari postulat, yaitu kebenaran (dalil-dalil) a priori yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Michael Polanyi menyebut asumsi-asumsi itu sebagai ‘dimensi yang tidak terungkap atau tersembunyi dalam ilmu pengetahuan’. Misalnya, dalam empirisme terkandung asumsi bahwa alam ini ada, fenomena alam seragam dan sama di mana saja, alam dapat diketahui melalui pengamatan dan rasio atau metode empiris-eksperimental, fenomena alam ditentukan oleh hukum-hukum alam (determanistik) dan seterusnya.[11]
Asumsi yakni pernyataan yang harus diverifikasikan kebenarannya apakah materi yang dikandung pernyataan itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Dalam asumsi kita harus menilai, apakah pernyataan itu ‘benar’ atau ‘tidak benar’, dilihat dari realitas empiris. Setiap pernyataan yang bersifat asumtif  haruslah berdasarkan penelitian mengenai dunia empiris. Asumsi merupakan anggapan yang mengacu kepada realitas.[12] Asumsi  yaitu pernyataan yang dapat diuji kebenarannya secara empiris berdasarkan pada penemuan, pengamatan dan percobaan dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Asumsi merupakan kesepakatan terhadap diterimanya suatu pernyataan. Asumsi muncul meminta disepakati untuk dicarikan kebenaran, setelah terbukti kebenarannya, maka munculla hipotesis dari pernyataan yang telah diuji. Baru setelah itu bisa dinyatakan untuk disepakati bersama apakah suatu pernyataan tersebut terbukti benar atau tidak benar.
Selain postulat, ilmu juga bersandar pada asumsi-asumsi tertentu  sebelum melakukan penyelidikan ilmiah. Asumsi ialah anggapan yang sudah dianggap benar, yang tidak diragukan lagi, terutama oleh ilmuan itu sendiri. Asumsi merupakan anggapan yang menjadi dasar dan titik tolak  segala kegiatan yang dihadapi oleh ilmuan. Ada dua kemungkinan yang dilakukan ilmuan dalam mengambil anggapan atau asumsi dasarnya; pertama, asumsi tersebut diambil dari postulat, yaitu kebenaran-kebenaran apriori atau dalil yang dianggap benar walaupun kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Kedua, mengambil dari teori yang dikemukakan pemikir terdahulu yang kebenarannya tidak disangsikan lagi oleh masyarakat, terutama oleh ilmuan itu sendiri.
Untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris yang berfungs memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama asumsi yang dikemukakannya bisa diterima. Semua teori keilmuan mempunyai asumsi-asumsi, baik yang dinyatakan secara tersurat (eksplisit) maupun tersirat (implisit). [13]
Untuk mendapatkan pengetahuan, ilmu membuat beberapa asusmsi mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.[14]
Menurut Jujun, secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek empiris. Asumsi-asumsi yang mendasari ilmu pengetahuan sebagai berikut; pertama, objek-objek tertentu memiliki keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan asumsi ini, orang dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam suatu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang pertama kali berkembang. Asumsi  kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga adalah determinisme yang menyatakan bahwa setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tetapi mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama.[15]

D.  Kesimpulan
Dalam filsafat ilmu diperlukan beberapa teknik yang bisa digunakan untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Di dalam makalah ini dibahas mengenai beberapa teknik yang bisa digunakan. Dari beberapa teknik tersebut bisa dilakukan sedemikian rupa sehingga suatu studi bisa dilaksanakan secara sistematis. Teknik-teknik yang dibahas yaitu mengenai aksioma, postulata, presumsi, dan asumsi.
1.    Aksioma merupakan pernyataan yang dapat diterima tanpa pembuktian karena telah terlihat kebenarannya. Kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang.
2.    Postulat merupakan pernyataan yang “dianggap benar” dan diperlukan untuk menyusun kerangka berpikir. Postulat yaitu anggapan dasar yang begitu saja diterima. Postulat memiliki pengertian yang sama dengan aksioma; yakni kebenaran-kebenaran dasar yang tidak membutuhkan bukti lagi. Kebenaran yang diterima atas dasar kepercayaan.
3.    Presumsi merupakan suatu pernyataan yang disokong oleh bukti atau percobaan-percobaan, meskipun tidak dianggap sebagai benar walaupun kemungkinannya tinggi bahwa pernyataan itu benar. Kebenaran yang diterima sesuai kesepakatan.
4.    Asumsi yakni pernyataan yang harus diverifikasikan kebenarannya apakah materi yang dikandung pernyataan itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Dalam asumsi kita harus menilai, apakah pernyataan itu ‘benar’ atau ‘tidak benar’, dilihat dari realitas empiris dan dari hipotesis yang ada.








DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Rachman, Maman dkk. 2006.  Filsafat Ilmu. Semarang: UPT MKU Unnes.
Supena, Ilyas. 2014. Paradigma Unity of Sciences IAIN Walisongo dalam Tinjauan Filsafat Ilmu. Semarang: LP2M IAIN Walisongo.
Suriasumantri, Jujun S.  1995. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Obor Indonesia.
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



[1] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Obor Indonesia, 1995), hlm. 1-4.
[2] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,..., hlm.35.
[4] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 34.
[5] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm.
[6] Maman Rachman, dkk., Filsafat Ilmu, (Semarang: UPT MKU Unnes, 2006), hlm. 145-150.
[7] Ilyas Supena, Paradigma Unity of Sciences IAIN Walisongo dalam Tinjauan Filsafat Ilmu, (Semarang: LP2M IAIN Walisongo, 2014), hlm. 56.
[9] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm.
[11] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 77.
[12] Maman Rachman, dkk., Filsafat Ilmu,..., hlm. 146-150.
[13] Ilyas Supena, Paradigma Unity of Sciences..., hlm. 57-59.
[14] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,..., hlm. 6.
[15] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,..., hlm. 7-8.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

About us