STRUKTUR DASAR ILMU PENGETAHUAN :EPISTEMOLOGI,
ONTOLOGI DAN AKSIOLOGI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah
Filsafat Ilmu Keislaman
Oleh:
Mutiara Noor Farikhah (1600118056)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah
secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Filsafat ilmu hendak menjawab pertanyaan
–pertanyaan mengenai hakikat ilmu tersebut, antara lain : objek apa yang
ditelaah ilmu, bagaimana memperoleh ilmu, dan untuk apa ilmu digunakan.
Filsafat
membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang
telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang
untuk mencapai tujuan.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan
yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan
alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit
tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian
dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga
pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang
membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat
yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan
aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga,
mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat
yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas
tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda
pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana
mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang
lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya
yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai
teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas,
klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
1. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang
disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode
tertentu. Ilmu pengetahuan memiliki objek penelitian lebih bersifat khusus
tentang alam dan manusia. [1]
Ada beberapa landasan atau dasar ilmu pengetahuan diantaranya epistemologi,
antologi, dan aksiologi, yang mana ketiga landasan tersebut akan menjawab
pertanyaan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, objek apa yang akan
ditelaah, dan untuk apa ilmu pengetahuan tersebut digunakan.
2. Sumber ilmu pengetahuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. pertama, mendasarkan diri
pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta. Disamping itu adanya intuisi dan
wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses
penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu
masalah tiba-tiba menemukan jawabannya.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya
merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan
tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa
atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan
kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu:
merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan
sifat analitik dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis
dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika
penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah
berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan
pada penalaran seperti perasaan dan intuisi.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).[2]
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).[2]
3.
Struktur
Dasar Ilmu Pengetahuan
A.
Epistemologi
Epistimologi berasal dari kata episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Secara istilah epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang
pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori
pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh
pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan.[3]
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi
daripada epistemologi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi
sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Dagobert D. Runes. Seperti yang di t ulis Mujamil Qomar, beliau memaparkan
bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas, sumber, struktur,
metode-metode, dan validitas pengetahuan. Sedangkan menurut
Azyumardi Azra, beliau menambahkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang
membahas keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan.[4]
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah
cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[5] Epistemologi
disebut juga teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang
cara memperoleh pengetahuan, ukuran kebenaran, dan sumber pengetahuan.[6]
Dengan kata lain epistemologi adalah suatu cabang ilmu yang menyoroti atau
membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan
keilmuan. Tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah
dengan metode non ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan/ metode non-ilmiah adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan,
untung-untungan (trial and error), akal sehat (common sense),
prasangka, otoritas (kewibawaan), dan pengalaman biasa. Metode ilmiah adalah
cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan
metode problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara
mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data,
menyimpulkan dan conclusion, melakukan verifikasi, yakni pengujian
hipotesis. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip,
generalisasi, dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai basis, kerangka
pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi atau
meramalkan sesuatu kejadian secara lebih tepat.[7]
Jadi, Epistemologi adalah bagian filsafat yang
meneliti asal usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh
pengetahuan menjadi penentu penting dalam menanyakan apa yang dapat kita
ketahui sebelum menjelaskannya. Pertanyakan dulu secara kritis, baru diyakini.
Ragukan dulu bahwa sesuatu itu ada, kalu terbukti ada, baru dijelaskan,
berpikir dulu, baru diyakini atau tidak. Ragukan dulu, baru diyakini atau
tidak.
Pertanyaan utama epistemologi jenis ini adalah
apa yang benar-benar sudah kita ketahui dan bagaimana cara kita mengetahuinya?
Epistemologi ini tidak peduli apakah batu di depan mata kita adalah penampakan
atau bukan. Yang ia urus adalah bahwa ada batu di depan mata kita dan kita
teliti secara sainstifik, kemudian menentukan sebuah model filsafat. Dengan
demikian, epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan
menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang
patut ditolak.[8]
B.
Ontologi
Ontologi merupakan salah satu diantara
lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani
telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Yang tertua di
antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas
perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal
mula dari segala sesuatu.[9]
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos
dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi
antologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang
ada. Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu
dalam jurusan dan program studi) itu apa? Objek ilmu atau keilmuan itu adalah
dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau oleh pancaindra. Jadi objek ilmu
adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud( yang ada) dengan berdasarkan
pada logika semata.[10]
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas
sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas,
realita adalah ke- real-an, Riil artinya kenyataan yang sebenarnya.[11]
Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara
atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Argumen ontologis ini pertama kali dikemukakan
atau dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Menurut Plato,
tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada ideanya. Idea yang dimaksud oleh
Plato adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Plato
mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal
yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda
yang berwarna hitam, putih, ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah
mati. Idea kuda itu adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku
untuk seluruh kuda yang berada di benua manapun di dunia ini.
Ontologi secara sederhana dapat dirumuskan
sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Adapun karakteristik ontologi ilmu pengetahuan antara lain: ilmu yang berasal
dari riset (penelitian), tidak ada konsep wahyu, adanya konsep pengetahuan
empiris, pengetahuan rasional, bukan keyakinan, pengetahuan objektif,
pengetahuan observatif.[12]
Oleh karena itu, Ontologi ilmu layak
dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini
dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris misalnya antropologi, sosiologi, ilmu
kedokteran, dan sebagainya.
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios (Yunani)
yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori
tentang nilai.[13]
Sedangkan arti aksiologi yang terdapat dalam
bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa
aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.[14]
Aksiologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut
juga teori nilai, karena ia dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha
menjawab pertanyaan yang amat fundamental, yakni bagaimana manusia harus hidup
dan bertindak?[15]
Dengan ini jelas bahwa permasalahan yang utama dari aksiologi ini adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbgai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Kemudian dari sini
teori nilai atau aksiologi melahirkan etika dan estetika atau mengacu pada
permasalahan etika dan estetika.[16]
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan
penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dapat
dikatakan apa yang disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia.
Sebagaimana dikatakan ilmu itu sebagai alat
(means) dan bukan tujuan (ends). Substansi ilmu itu bebas nilai tergantung pada
pemakaiannya. Contoh : pada Ilmu Mekanika Tanah dikatakan bahwa kadar air tanah
memengaruhi tingkat kepadatan tanah tersebut. Setelah dilakukan pengujian
laboratorium dengan simulasi berbagai variasi kadar air ternyata terbukti bahwa
teori tersebut benar. Ilmu ini bermanfaat meningkatkan kesejahteraan dalam
bidang pertanian.[17]
Kesimpulan
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah
sebagai berikut: Pertama, landasan atau dasar epistemologi adalah cara yang
digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut.
Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa
proses kegiatan induksi-deduksi-verifikasi seperti yang telah diuraikan diatas.
Kedua, landasan ontologi adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini
berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaah yang jelas. Ketiga, landasan
aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan
terhadap pengembangan ilmu itu serta dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad.2010.
Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Amsal.
2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Salam, Burhanuddin.1997
Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta :Reneka Cipta. cet- 1.
Tafsir, Ahmad.2004.
Filsafat ilmu. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
[1] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogykarta: Pustaka Pelajar,2010), hal. 17.
[2] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal. 92.
[3] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.74
[4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), hal.149
[7]Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal.75
[8] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal.76.
[10] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal. 69.
[12] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal.73.
[13] Burhanuddin Salam, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan,(
Jakarta :Reneka Cipta, 1997), cet- 1 hal.168
[14] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal.79
[15] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.78-79
[17] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, hal.80.
0 komentar:
Post a Comment