mari belajar tentang ilmu-ilmu keislaman, filsafat, teori-teori belajar dan lain sebagainya

Sunday, November 5, 2017

STRUKTUR DASAR ILMU PENGETAHUAN :EPISTEMOLOGI, ONTOLOGI DAN AKSIOLOGI

STRUKTUR DASAR ILMU PENGETAHUAN :EPISTEMOLOGI, ONTOLOGI DAN AKSIOLOGI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kuliah
Filsafat Ilmu Keislaman



Oleh:
Mutiara Noor Farikhah (1600118056)


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017

A.    Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Filsafat ilmu hendak menjawab pertanyaan –pertanyaan mengenai hakikat ilmu tersebut, antara lain : objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana memperoleh ilmu, dan untuk apa ilmu digunakan.
 Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai tujuan.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.








1.      Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode tertentu. Ilmu pengetahuan memiliki objek penelitian lebih bersifat khusus tentang alam dan manusia. [1]
Ada beberapa landasan atau dasar ilmu pengetahuan diantaranya epistemologi, antologi, dan aksiologi, yang mana ketiga landasan tersebut akan menjawab pertanyaan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, objek apa yang akan ditelaah, dan untuk apa ilmu pengetahuan tersebut digunakan.
2.      Sumber ilmu pengetahuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. pertama, mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta. Disamping itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu: merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada penalaran seperti perasaan dan intuisi.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).[2]
3.      Struktur Dasar Ilmu Pengetahuan
A.    Epistemologi
Epistimologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu.     Secara istilah epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan.[3]
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi daripada epistemologi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat  diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Dagobert D. Runes. Seperti yang di t ulis Mujamil Qomar, beliau memaparkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas, sumber, struktur, metode-metode, dan validitas pengetahuan. Sedangkan menurut  Azyumardi Azra, beliau menambahkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.[4]
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[5] Epistemologi disebut juga teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, ukuran kebenaran, dan sumber pengetahuan.[6] Dengan kata lain epistemologi adalah suatu cabang ilmu yang menyoroti atau membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan. Tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah dengan metode non ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan/ metode non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan, untung-untungan (trial and error), akal sehat (common sense), prasangka, otoritas (kewibawaan), dan pengalaman biasa. Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan metode problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menyimpulkan dan conclusion, melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip, generalisasi, dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai basis, kerangka pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian secara lebih tepat.[7]
Jadi, Epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menanyakan apa yang dapat kita ketahui sebelum menjelaskannya. Pertanyakan dulu secara kritis, baru diyakini. Ragukan dulu bahwa sesuatu itu ada, kalu terbukti ada, baru dijelaskan, berpikir dulu, baru diyakini atau tidak. Ragukan dulu, baru diyakini atau tidak.
Pertanyaan utama epistemologi jenis ini adalah apa yang benar-benar sudah kita ketahui dan bagaimana cara kita mengetahuinya? Epistemologi ini tidak peduli apakah batu di depan mata kita adalah penampakan atau bukan. Yang ia urus adalah bahwa ada batu di depan mata kita dan kita teliti secara sainstifik, kemudian menentukan sebuah model filsafat. Dengan demikian, epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.[8]


B.     Ontologi
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Yang tertua di antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu.[9] 
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi antologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi) itu apa? Objek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau oleh pancaindra. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud( yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.[10]
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas, realita adalah ke- real-an, Riil artinya kenyataan yang sebenarnya.[11] Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Argumen ontologis ini pertama kali dikemukakan atau dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih, ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea kuda itu adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di benua manapun di dunia ini.
Ontologi secara sederhana dapat dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Adapun karakteristik ontologi ilmu pengetahuan antara lain: ilmu yang berasal dari riset (penelitian), tidak ada konsep wahyu, adanya konsep pengetahuan empiris, pengetahuan rasional, bukan keyakinan, pengetahuan objektif, pengetahuan observatif.[12]
Oleh karena itu, Ontologi ilmu layak dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, dan sebagainya.
C.    Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.[13] 
Sedangkan arti aksiologi yang terdapat dalam bukunya Jujun S.Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[14]
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab pertanyaan yang amat fundamental, yakni bagaimana manusia harus hidup dan bertindak?[15] Dengan ini jelas bahwa permasalahan yang utama dari aksiologi ini adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbgai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Kemudian dari sini teori nilai atau aksiologi melahirkan etika dan estetika atau mengacu pada permasalahan etika dan estetika.[16]
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dapat dikatakan apa yang disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Sebagaimana dikatakan ilmu itu sebagai alat (means) dan bukan tujuan (ends). Substansi ilmu itu bebas nilai tergantung pada pemakaiannya. Contoh : pada Ilmu Mekanika Tanah dikatakan bahwa kadar air tanah memengaruhi tingkat kepadatan tanah tersebut. Setelah dilakukan pengujian laboratorium dengan simulasi berbagai variasi kadar air ternyata terbukti bahwa teori tersebut benar. Ilmu ini bermanfaat meningkatkan kesejahteraan dalam bidang pertanian.[17] 








                                                                                      












Kesimpulan
            Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut: Pertama, landasan atau dasar epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verifikasi seperti yang telah diuraikan diatas. Kedua, landasan ontologi adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek penelaah yang jelas. Ketiga, landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan terhadap pengembangan ilmu itu serta dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.

















DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad.2010. Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Salam, Burhanuddin.1997 Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta :Reneka Cipta. cet- 1.
Tafsir, Ahmad.2004. Filsafat ilmu. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.



[1] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogykarta: Pustaka Pelajar,2010), hal. 17.
[2] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,  hal. 92.
[3] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.74
[4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal.149
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hal.148
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat ilmu, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 80
[7]Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.75
[8] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,  hal.76.
[9] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hal. 131.
[10] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal. 69.            
[11] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hal. 131.
[12] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.73.
[13] Burhanuddin Salam, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan,( Jakarta :Reneka Cipta, 1997), cet- 1 hal.168
[14] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.79
[15] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.78-79
[16] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hal. 165.
[17] Mohammad Adib, Filsafat ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, hal.80.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

About us