mari belajar tentang ilmu-ilmu keislaman, filsafat, teori-teori belajar dan lain sebagainya

Friday, November 17, 2017

Peran Tasawuf di Zaman Modern

TASAWUF DI ZAMAN MODERN


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tasawuf







Disusun Oleh :
Alfian Suhendarsah                (1600118046)
Lukman Khakim                     (1600118051)



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017



I.     Latar Belakang Masalah
Term tasawuf baru muncul beberapa abad setelah wafatnya Rasulullah saw. Pada masa Rasulullah saw. Masyarakat muslim hanya mengenal istilah shahâbah sebagai orang yang beradadekat dalam lingkaran Rasulullah saw. Mereka juga mengenal istilah Âbid, yang diberikan kepada mereka yang selalu beribadah kepada Allah swt. Hampir semua peneliti sepakat bahwa istilah tasawuf berasal dari shûff[1]. Tasawuf merupakan diskursus akademik yang cukup menarik dan mendapat perhatian dalam setiap pengkajiannya karena sifatnya yang misterius. Disebut misteri karena, pada prinsipnya, seorang sufi adalah orang yang sedang memasuki wilayah misteri, yang kemudian, setelah melalui berbagai proses pentahapan, mencapai pengetahuan esoteric tentang ketuhanan. yang Absolut, dan akhirnya mengalami reborn into eternity, terlahir kembali ke dalam keabadian. Oleh karena itu, tasawuf tidak mudah untuk dikaji hanya dengan menggunakan upaya nalar dan intelektual sekaligus.
          Dengan menghadapi peradaban dunia akhir-akhir ini tengah memasuki masa krisis dimana manusia mulai kehilangan nilai-nilai kemanusiaanya. Hal ini dapat ditandai dengan fenomena perilaku dan pola piker manusia yang mulai menjauh dari eksistensi kemanusiaanya. Mulai hilangnya nilai-nilai kemanusiaan sendiri karena mereka korbankan untuk kemjuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga urusan menusia seolah-olah dirinya hanya untuk memikirkan ke-dunia-an saja. Dengan mengkonnsumsi pola hidup yang meninggalkan urusan akhirat tersebut, membuat manusia mengabaikan Tuhan, surga, neraka, dan persoalan-persoalan eskatologis.[2]
            Melihat perkembangan tasawuf di Nusantara tidak bisa lepas dari proses Islamisasi di kawasan ini. Sempat menjadi unsur dominan pada masa awal penyebaran Islam di indonesia, sebab dikatakan tersebar luasnya Islam Indoesia sebagian besar adalah karena jasa sufi.[3] Pada masa awal perkembangannya di Indonesia, tasawuf menyebar dengan sangat cepat karena sistem ajarannya yang sesuai dengan kultur bangsa Indonesia. Namun seiring perkembangan zaman, kemakmuran, kemajuan teknologi, kemudahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari menggoyahkan sendi-sendi kehidupan manusia itu sendiri. Sebagaimana dicatat oleh tim American Psychologycal Association (APA), kemajuan teknologi telah membangkitkan manusia modern dalam dirinya. Sehingga meningkatkan anxiety, depresi, dan problem-problem mental-psikologis lainnya.
            Disinilah dapat kita lihat hasil dari spiritualisme yang berkembang di negera maju, yang kemudian disebut sebagai urban sufism (sufisme perkotaan).[4] Lalu dapatkah spriritualitas manusia dapat mengimbangi kemajuan teknologi dan mengisi kekosongan hati mereka?

II.  Rumusan Masalah
Dapatkah manusia mencapai kemakmuran material dan kekayaan spiritualisme secara bersamaan di era Globalisasi?

III.   Pembahasan
A.      Pengertian dan Persoalan Manusia Modern
Islam memiliki sistem keagamaan yang lengkap dan utuh, tetapi ketika Islam melalui otak manusia ditranformasikan ke kitab-kitab fiqh, lantaran roh spiritualitasnya sering di abaikan. Suasana zaman telah menggoyahkan nilai-nilai formalitas sebagai patokan hidup. Seperti yang dinyatakan oleh beberapa tokoh tentang perubahan spiritualitas manusia zaman sekarang.
Dra. Taslimah, mengatakan “ dalam masyarakat modern, banyak ditemukan penderitaan batin yang memuncak. Padahal kemajuan teknologi diiringi kemajuan perawatan jiwa. Akal manusia memang mengalami perkembangan pesat, namun hati manusia tetap dalam keadaan lemah. Untuk itu manusia membutuhkan penopang kekuatan jiwa. Mereka lalu mencari tassawuf”.
Prof. Muhammad Muhsin Jayadiguna mengatakan, “ Kegandrungan umat manusia kepada tarekat adalah akibat para pemimpin agama kurang menyuguhkan segi-segi kebatinan manusia dalam praktik keagamaan. Sepertinya mereka dengan sengaja menyingkirkan konsep agama dengan mudah, untuk menghadapi sesama manusia dan Tuhan”.[5]
Dalam zaman global seperti sekarang ini symbol-simbol zaman modern seperti yang ditampilkan peradaban kota tumbuh sangat cepat, jauh melampaui kemajuan manusianya, sehingga kesenjangan antara manusia dan tempat dimana mereka hiidup menjadi sangat lebar sehingga melahirkan problem kejiwaan dan problem itu dapat mengganggu kejiwaan manusia. Sepanjang sejarah kemanusiaan, manusia selalu bertanya tentang dirinya, karena manusia adalah subjek sekaligus objek.
Kata modern dapat memberikan predikat kepada orang, waktu, seni, benda dan pemikiran, kebudayaan dan tingkah laku. Zaman modern ditandai dengan dua hal, yaitu :
1.    Penggunaan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
2.    Berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia.
Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, seharusnya manusia dapat menjadi bijak sekaligus arif, akan tetapi dalam realitanya kualitas kemanusiaanya lebih rendah daripada teknologi yang dicapainya. Akibat ketidak seimbangann ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan, karena belum siapnya mental manusia secara individu.
Akibat ketidak seimbangan ini dengan peradaban mobern dan teknologi yang canggih manusia cepat atau lambat mulai kehilangan nilai kemanusiaannya atau terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental, jiwa yang tidak siap untuk zaman modern.[6] Dari kemunduran nilai-nilai kemanusiaan telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern, diantaranya adalah :[7]
1.        Desintegrasi Ilmu Pengetahuan, dizaman yang modern ini ditandai dengan spesialisasi ilmu pengetahuan. Masingmasing memiliki paradigm yang berbeda dalam memecahkan permasalahan. Dan itu dapat membingungkan seorang manusia yang memiliki beberapa masalah dalam kehidupannya.
2.        Kepribadian yan terpecah, karena manusia modern dalam hidupnya dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak, maka manusia menjadi pribadi yang terpecah-pecah. Kemudian manusia modern diatur oleh rumus yang eksak dan kering yang berakibat dapat menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan.
3.        Penyalahgunaan IPTEK, sebagai akibat dari bebasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka IPTEK digunakan dengan tidak baik. Contoh : kemampuan membuat senjata yang diarahkan untuk penjajahan suatu Bangsa.
4.        Pendangkalan Iman, sebagai akibat dari menjunjung tinggi fikiran, khususnya ilmu*ilmu yang bersifat empiris. Ia tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu. Bahkan terkadang wahyu hanya menjadi bahan tertawaan kaena tidak ilmiah.
5.        Pola hubungan matrealistik, semangat persaudaraan dan saling tolong menolong sudah tidak tampak lagi, karena hubungan satu sama lain hanya dilihat dari manfaat secara material. Sehingga manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia cari.
6.        Stres dan frustasi, dalam kehidupan yang kompetitif ini mengakibatkan manusia terus bekerja dan bergerak tanpa mengenal batas dan kepuasan, sehingga manusia tidak mengenal rasa syukur, dan jika manusia tersebut mengalami kegagalan maka stress dan frustasilah yang ia dapat.
Kehidupan manusia di zaman modern yang penuh dengan gelimang materi, menyeret siapapun yang tidak kuat untuk terus menjauh dari Sang Maha Pencipta, lingkungan, teman, kerabat, dan semua yang ada di sekitar kita. Hati manusia memang tidak bisa terang ketika penuh dengan gambar dunia. Pada saat itu juga, tidak ada kebahagiaan dan ketenangan hidup di hati kita.
Oleh sebab itu, dalam menjalani hidup hendaknya jangan berteman dengan orang-orang mati : yaitu orang-orang yang rakus terhadap dunia, buta mata hatinya karena tidak mampu melihat kebenaran, tuli telinganya tidak mampu mendengar jeritan orang-orang yang miskin dan sengsara. Panggilan Allah sudah tidak terdengar lagi, mereka hanya berorientasi pada tujuan dunia yang fana ini. Semakin parah penyakit yang tumbuh di hati seseorang, maka membuat manusia melupakan rohaniahnya dan sibuk mengejar urusan dunia, bahkan dunia dianggapnya menjadi sesuatu yang kekal dan abadi.[8]

B.       Peranan Tasawuf dalam Masyarakat Modern
Banyak para ahli yang meratapi zaman ini sebagai abad kejatuhan manusia, karena realitas kehidupan mereka Cuma memandang materi dan melupakan agama, meskipun tidak menolak Tuhan dalam bentuk lisan tetapi mengingkarinya dalam bentuk perilaku. Dalam mengatasi masalah yang membelenggu masyarakat modern ini, maka salah satu solusinya adalah kembali kepada agama dengan membumikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan.[9]
Manusia modern akan selalu terkait dengan dunia spiritual karena mereka ingin mencari keseimbangan baru dalam hidup. Dengan mengisi hidup menggunakan muatan spiritual dapat menjadikan paradigma baru bagi manusia.[10]
Salah satu tokoh era modern yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan internalisasi nilai-nilai spiritual Islam adalah Sayyid Husain Nasr. Beliau melihat mulai hilangnya spiritualitas dalam trasdisi Islam, dan hilangnya seni dan budaya Islam yang menciptakan kegersangan dalam jiwa seorang muslim. Maka kini saatnya Islam mulai memperkenalkan dimensi batiniyah sebagai alternatif dalam penyembuhan jiwa manusia.[11]
Menurut Komarudin Hidayat yang dikutif oleh Abuddin Nata, bahwasanya sufisme perlu untuk dimasyarakatkan dengan tujuan :
1.    Turut serta terlibat dalam berbagai peran menyelamatkan kemanusiaan dari kondidi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual
2.    Memperkenalkan literatur atau pemahaman aspek esoterik (kebatinan Islam), baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun non Islam
3.    Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek eksoteris Islam (sufisme) adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila hati gersang dari nilai-nilai spiritualitas, maka keringlah aspek-aspek ajaran Islam yang lain.[12]
Intisari ajaran tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga orang merasa dengan kesadarannya itu berada di dekat-Nya. Dengan adanya bantuan tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin, kehalusan budi pekerti dan nilai-nilai spiritual yang berasaskan Islam, sehingga menjadikan ia selalu mengutamakan sisi kemanusiaan pada setiap masalah di masyarakat. Dengan cara demikian ia akan terhindar dari melalukan perbuatan-perbuatan yang tercela.[13]

IV.   KESIMPULAN
Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, seharusnya manusia dapat menjadi bijak sekaligus arif. Akan tetapi dalam realitanya kualitas kemanusiaanya lebih rendah daripada teknologi yang dicapainya. Akibat ketidak seimbangann ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan, karena belum siapnya mental manusia secara individu. Akibat ketidak seimbangan ini dengan peradaban mobern dan teknologi yang canggih manusia cepat atau lambat mulai kehilangan nilai kemanusiaannya atau terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental, jiwa yang tidak siap untuk zaman modern.
Manusia modern seyogyanya selalu terkait dengan dunia spiritual utuk mencari keseimbangan baru dalam hidupnya. Dengan mengisi hidup menggunakan muatan spiritual dapat menjadikan paradigma baru bagi manusia. Intisari ajaran tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga orang merasa dengan kesadarannya itu berada di dekat-Nya. Dengan adanya bantuan tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin, kehalusan budi pekerti dan nilai-nilai spiritual yang berasaskan Islam, sehingga menjadikannya selalu mengutamakan sisi kemanusiaan pada setiap masalah di masyarakat. Dengan cara demikian ia akan terhindar dari melalukan perbuatan-perbuatan yang tercela.



DAFTAR PUSTAKA
Al Dahduh, Salman Nashif. Bebas dari Jerat Dunia. Terj. Lukman Junaidi. Bandung : Pustaka Hidayah. 2002.
Bagier, Haidar. Manusia Modern mendamba Allah : Renungan Tasawuf  Positif
Haryati, Tri Astutik. Tasawuf dan Tantangan Modernitas. Ulumuna, Volume XIV. No. 2 Desember 2010.
Nasution, Ahmad Bangun. dkk. Akhlak Tasawuf : Pengenalan, Pemahaman dan Pengaplikasiannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Nata, Abuddin. Akhlak Taasawuf. Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2012.
Nilyati. Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern. TAJDID Vol. XIV. No. 1., Januari-Juni 2015.
Otta, Yusno Abdullah. TASAWUF DAN TANTANGAN PERUBAHAN SOSIAL. Ulumuna. Jurnal Studi KeIslaman / Volume XIV* No 2* Desember 2010.
Rahman, Fazlur. Islamic Methodology in History. Ed. Terj. Anas Mahyudin. Membuka Pintu Ijtihad. Bandung : Pustaka. 1984.
Shihab, Alwi. Anatara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di indonesia. Depok : Pustaka Iiman. 2009.
Sholihin, M. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: Raja GrafindoPersada. 2005
Smith, Huston. Kebenaran yang Terlupkan : Kritik atas Sains dan Modernitas. Terj. Inyiak Ridwan Muzir. Jogjakarta : IRC IsoD. 2001.



[1]Pemahaman ini didasarkan pada dua hal. Pertama, kata ini, shûff, dialamatkan kepada mereka yang memakai pakaian yang terbuatdari Shûff. Kedua, sekelompok orang yang tinggal di teras mesjid di kota Madinah yang dikenal dengan ahl al-Shuffah. Ada juga, sebagian sarjana orientalis yang mengidentikkan pengertian tasawuf dengan kata sophis; suatu istilah yang diidentikkan kepada sekelompok filsuf Yunani kuno. Lihat : Yusno Abdullah Otta, TASAWUF DAN TANTANGAN PERUBAHAN SOSIAL, Ulumuna, Jurnal Studi KeIslaman / Volume XIV* No 2* Desember 2010, hal. 2.
[2] M. Sholihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2005), Hal. 1-2.
[3]Ahmad Bangun Nasution, dkk, Akhlak Tasawuf : Pengenalan, Pemahaman dan Pengaplikasiannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), Hal. 60-61.
[4]Alwi Shihab, Anatara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di indonesia, (Depok: Pustaka Iiman, 2009), Hal. 1-3.
[5]Ahmad Bangun Nasution, dkk, Akhlak Tasawuf, Hal. 80-81.
[6] Haidar Bagier, Manusia Modern mendamba Allah : Renungan Tasawuf  Positif
[7] Nilyati, Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern, (TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015), Hal. 130-132.
[8] Salman Nashif Al Dahduh, Bebas dari Jerat Dunia, Terj. Lukman Junaidi. (Bandung : Pustaka Hidayah, 2002), Hal. 20.
[9] Huston Smith, Kebenaran yang Terlupkan : Kritik atas Sains dan Modernitas, Terj. Inyiak Ridwan Muzir, (Jogjakarta : IRC IsoD, 2001), Hal. 130.
[10] Tri Astutik Haryati, Tasawuf dan Tantangan Modernitas, (Ulumuna, Volume XIV, No. 2 Desember 2010), Hal. 422.
[11] Abuddin Nata, Akhlak Taasawuf, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2012), Hal 294.
[12] Abuddin Nata, Akhlak Taasawuf, Hal. 294.
[13] Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, Ed. Terj. Anas Mahyudin, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung : Pustaka, 1984), Hal. 181.
Share:

1 comment:

Powered by Blogger.

About us