TASAWUF DI
ZAMAN MODERN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tasawuf
Disusun
Oleh :
Alfian Suhendarsah (1600118046)
Lukman Khakim (1600118051)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
I.
Latar Belakang Masalah
Term tasawuf baru muncul beberapa abad setelah wafatnya Rasulullah saw. Pada masa Rasulullah saw. Masyarakat muslim hanya mengenal istilah shahâbah sebagai orang yang
beradadekat dalam lingkaran Rasulullah saw. Mereka juga
mengenal istilah Âbid, yang diberikan kepada mereka yang selalu beribadah
kepada Allah swt. Hampir semua peneliti sepakat bahwa istilah tasawuf berasal dari
shûff[1].
Tasawuf merupakan diskursus akademik yang cukup menarik dan mendapat perhatian dalam
setiap pengkajiannya karena sifatnya yang misterius. Disebut misteri karena,
pada prinsipnya, seorang sufi adalah orang yang sedang memasuki wilayah misteri,
yang kemudian, setelah melalui berbagai proses pentahapan, mencapai pengetahuan
esoteric tentang ketuhanan. yang Absolut, dan akhirnya mengalami reborn into
eternity, terlahir kembali ke dalam keabadian. Oleh karena itu, tasawuf tidak
mudah untuk dikaji hanya dengan menggunakan upaya nalar dan intelektual sekaligus.
Dengan menghadapi peradaban dunia akhir-akhir ini tengah memasuki
masa krisis dimana manusia mulai kehilangan nilai-nilai kemanusiaanya. Hal ini dapat
ditandai dengan fenomena perilaku dan pola piker manusia yang mulai menjauh dari
eksistensi kemanusiaanya. Mulai hilangnya nilai-nilai kemanusiaan sendiri karena
mereka korbankan untuk kemjuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga urusan menusia
seolah-olah dirinya hanya untuk memikirkan ke-dunia-an saja. Dengan mengkonnsumsi
pola hidup yang meninggalkan urusan akhirat tersebut, membuat manusia mengabaikan
Tuhan, surga, neraka, dan persoalan-persoalan eskatologis.[2]
Melihat perkembangan tasawuf di Nusantara
tidak bisa lepas dari proses Islamisasi di kawasan ini. Sempat menjadi unsur
dominan pada masa awal penyebaran Islam di indonesia, sebab dikatakan tersebar
luasnya Islam Indoesia sebagian besar adalah karena jasa sufi.[3] Pada
masa awal perkembangannya di Indonesia, tasawuf menyebar dengan sangat cepat
karena sistem ajarannya yang sesuai dengan kultur bangsa Indonesia. Namun
seiring perkembangan zaman, kemakmuran, kemajuan teknologi, kemudahan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari menggoyahkan sendi-sendi kehidupan manusia itu
sendiri. Sebagaimana dicatat oleh tim American Psychologycal Association (APA),
kemajuan teknologi telah membangkitkan manusia modern dalam dirinya. Sehingga
meningkatkan anxiety, depresi, dan problem-problem mental-psikologis lainnya.
Disinilah
dapat kita lihat hasil dari spiritualisme yang berkembang di negera maju, yang
kemudian disebut sebagai urban sufism (sufisme perkotaan).[4] Lalu
dapatkah spriritualitas manusia dapat mengimbangi kemajuan teknologi dan
mengisi kekosongan hati mereka?
II. Rumusan Masalah
Dapatkah manusia mencapai kemakmuran material
dan kekayaan spiritualisme secara bersamaan di era Globalisasi?
III. Pembahasan
A.
Pengertian dan Persoalan Manusia Modern
Islam memiliki sistem keagamaan yang lengkap dan utuh,
tetapi ketika Islam melalui otak manusia ditranformasikan ke kitab-kitab
fiqh, lantaran roh spiritualitasnya sering di abaikan. Suasana zaman telah
menggoyahkan nilai-nilai formalitas sebagai patokan hidup. Seperti yang
dinyatakan oleh beberapa tokoh tentang perubahan spiritualitas manusia zaman
sekarang.
Dra. Taslimah, mengatakan “ dalam masyarakat modern,
banyak ditemukan penderitaan batin yang memuncak. Padahal kemajuan teknologi
diiringi kemajuan perawatan jiwa. Akal manusia memang mengalami perkembangan
pesat, namun hati manusia tetap dalam keadaan lemah. Untuk itu manusia
membutuhkan penopang kekuatan jiwa. Mereka lalu mencari tassawuf”.
Prof. Muhammad Muhsin Jayadiguna mengatakan, “ Kegandrungan
umat manusia kepada tarekat adalah akibat para pemimpin agama kurang
menyuguhkan segi-segi kebatinan manusia dalam praktik keagamaan. Sepertinya
mereka dengan sengaja menyingkirkan konsep agama dengan mudah, untuk menghadapi
sesama manusia dan Tuhan”.[5]
Dalam zaman
global seperti sekarang ini symbol-simbol zaman modern seperti yang ditampilkan
peradaban kota tumbuh sangat cepat, jauh melampaui kemajuan manusianya,
sehingga kesenjangan antara manusia dan tempat dimana mereka hiidup menjadi
sangat lebar sehingga melahirkan problem kejiwaan dan problem itu dapat
mengganggu kejiwaan manusia. Sepanjang sejarah kemanusiaan, manusia selalu
bertanya tentang dirinya, karena manusia adalah subjek sekaligus objek.
Kata modern
dapat memberikan predikat kepada orang, waktu, seni, benda dan pemikiran,
kebudayaan dan tingkah laku. Zaman modern ditandai dengan dua hal, yaitu :
1.
Penggunaan
teknologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
2.
Berkembangnya
ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia.
Manusia modern
idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai
teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan kecerdasan dan
bantuan teknologi, seharusnya manusia dapat menjadi bijak sekaligus arif, akan
tetapi dalam realitanya kualitas kemanusiaanya lebih rendah daripada teknologi
yang dicapainya. Akibat ketidak seimbangann ini kemudian menimbulkan gangguan
kejiwaan, karena belum siapnya mental manusia secara individu.
Akibat ketidak
seimbangan ini dengan peradaban mobern dan teknologi yang canggih manusia cepat
atau lambat mulai kehilangan nilai kemanusiaannya atau terjadi dehumanisasi
yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental, jiwa yang tidak siap untuk
zaman modern.[6]
Dari kemunduran nilai-nilai kemanusiaan telah melahirkan sejumlah problematika
masyarakat modern, diantaranya adalah :[7]
1.
Desintegrasi
Ilmu Pengetahuan, dizaman yang modern ini ditandai dengan spesialisasi ilmu
pengetahuan. Masingmasing memiliki paradigm yang berbeda dalam memecahkan
permasalahan. Dan itu dapat membingungkan seorang manusia yang memiliki
beberapa masalah dalam kehidupannya.
2.
Kepribadian
yan terpecah, karena manusia modern dalam hidupnya dipolakan oleh ilmu
pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak,
maka manusia menjadi pribadi yang terpecah-pecah. Kemudian manusia modern
diatur oleh rumus yang eksak dan kering yang berakibat dapat menghilangkan
nilai-nilai kemanusiaan.
3.
Penyalahgunaan
IPTEK, sebagai akibat dari bebasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan
spiritual, maka IPTEK digunakan dengan tidak baik. Contoh : kemampuan membuat
senjata yang diarahkan untuk penjajahan suatu Bangsa.
4.
Pendangkalan
Iman, sebagai akibat dari menjunjung tinggi fikiran, khususnya ilmu*ilmu yang
bersifat empiris. Ia tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu.
Bahkan terkadang wahyu hanya menjadi bahan tertawaan kaena tidak ilmiah.
5.
Pola
hubungan matrealistik, semangat persaudaraan dan saling tolong menolong sudah
tidak tampak lagi, karena hubungan satu sama lain hanya dilihat dari manfaat
secara material. Sehingga manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
apa yang ia cari.
6.
Stres
dan frustasi, dalam kehidupan yang kompetitif ini mengakibatkan manusia terus
bekerja dan bergerak tanpa mengenal batas dan kepuasan, sehingga manusia tidak
mengenal rasa syukur, dan jika manusia tersebut mengalami kegagalan maka stress
dan frustasilah yang ia dapat.
Kehidupan
manusia di zaman modern yang penuh dengan gelimang materi, menyeret siapapun
yang tidak kuat untuk terus menjauh dari Sang Maha Pencipta, lingkungan, teman,
kerabat, dan semua yang ada di sekitar kita. Hati manusia memang tidak bisa
terang ketika penuh dengan gambar dunia. Pada saat itu juga, tidak ada
kebahagiaan dan ketenangan hidup di hati kita.
Oleh sebab itu,
dalam menjalani hidup hendaknya jangan berteman dengan orang-orang mati : yaitu
orang-orang yang rakus terhadap dunia, buta mata hatinya karena tidak mampu
melihat kebenaran, tuli telinganya tidak mampu mendengar jeritan orang-orang
yang miskin dan sengsara. Panggilan Allah sudah tidak terdengar lagi, mereka hanya
berorientasi pada tujuan dunia yang fana ini. Semakin parah penyakit yang
tumbuh di hati seseorang, maka membuat manusia melupakan rohaniahnya dan sibuk
mengejar urusan dunia, bahkan dunia dianggapnya menjadi sesuatu yang kekal dan
abadi.[8]
B.
Peranan Tasawuf dalam Masyarakat Modern
Banyak para
ahli yang meratapi zaman ini sebagai abad kejatuhan manusia, karena realitas
kehidupan mereka Cuma memandang materi dan melupakan agama, meskipun tidak
menolak Tuhan dalam bentuk lisan tetapi mengingkarinya dalam bentuk perilaku.
Dalam mengatasi masalah yang membelenggu masyarakat modern ini, maka salah satu
solusinya adalah kembali kepada agama dengan membumikan nilai-nilai spiritual
dalam kehidupan.[9]
Manusia modern
akan selalu terkait dengan dunia spiritual karena mereka ingin mencari
keseimbangan baru dalam hidup. Dengan mengisi hidup menggunakan muatan
spiritual dapat menjadikan paradigma baru bagi manusia.[10]
Salah satu
tokoh era modern yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan internalisasi nilai-nilai
spiritual Islam adalah Sayyid Husain Nasr. Beliau melihat mulai hilangnya
spiritualitas dalam trasdisi Islam, dan hilangnya seni dan budaya Islam yang
menciptakan kegersangan dalam jiwa seorang muslim. Maka kini saatnya Islam
mulai memperkenalkan dimensi batiniyah sebagai alternatif dalam penyembuhan
jiwa manusia.[11]
Menurut
Komarudin Hidayat yang dikutif oleh Abuddin Nata, bahwasanya sufisme perlu
untuk dimasyarakatkan dengan tujuan :
1.
Turut
serta terlibat dalam berbagai peran menyelamatkan kemanusiaan dari kondidi kebingungan
akibat hilangnya nilai-nilai spiritual
2.
Memperkenalkan
literatur atau pemahaman aspek esoterik (kebatinan Islam), baik terhadap
masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun non Islam
3.
Untuk
memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek eksoteris Islam (sufisme)
adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila hati gersang dari nilai-nilai
spiritualitas, maka keringlah aspek-aspek ajaran Islam yang lain.[12]
Intisari ajaran
tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga
orang merasa dengan kesadarannya itu berada di dekat-Nya. Dengan adanya bantuan
tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan karena
ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Tasawuf melatih manusia agar
memiliki ketajaman batin, kehalusan budi pekerti dan nilai-nilai spiritual yang
berasaskan Islam, sehingga menjadikan ia selalu mengutamakan sisi kemanusiaan
pada setiap masalah di masyarakat. Dengan cara demikian ia akan terhindar dari
melalukan perbuatan-perbuatan yang tercela.[13]
IV.
KESIMPULAN
Manusia modern idealnya adalah
manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya. Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi,
seharusnya manusia dapat menjadi bijak sekaligus arif. Akan tetapi dalam
realitanya kualitas kemanusiaanya lebih rendah daripada teknologi yang
dicapainya. Akibat ketidak seimbangann ini kemudian menimbulkan gangguan
kejiwaan, karena belum siapnya mental manusia secara individu. Akibat ketidak
seimbangan ini dengan peradaban mobern dan teknologi yang canggih manusia cepat
atau lambat mulai kehilangan nilai kemanusiaannya atau terjadi dehumanisasi yang
disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental, jiwa yang tidak siap untuk zaman
modern.
Manusia modern seyogyanya selalu
terkait dengan dunia spiritual utuk mencari keseimbangan baru dalam hidupnya.
Dengan mengisi hidup menggunakan muatan spiritual dapat menjadikan paradigma
baru bagi manusia. Intisari ajaran tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan
langsung dengan Tuhan, sehingga orang merasa dengan kesadarannya itu berada di
dekat-Nya. Dengan adanya bantuan tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya
tidak akan bertabrakan karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan.
Tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin, kehalusan budi pekerti
dan nilai-nilai spiritual yang berasaskan Islam, sehingga menjadikannya selalu
mengutamakan sisi kemanusiaan pada setiap masalah di masyarakat. Dengan cara
demikian ia akan terhindar dari melalukan perbuatan-perbuatan yang tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Dahduh, Salman Nashif. Bebas dari Jerat Dunia. Terj. Lukman Junaidi.
Bandung : Pustaka Hidayah. 2002.
Bagier,
Haidar. Manusia Modern mendamba Allah : Renungan Tasawuf Positif
Haryati,
Tri Astutik. Tasawuf dan Tantangan Modernitas. Ulumuna, Volume XIV. No.
2 Desember 2010.
Nasution, Ahmad Bangun. dkk. Akhlak Tasawuf : Pengenalan,
Pemahaman dan Pengaplikasiannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Nata,
Abuddin. Akhlak Taasawuf. Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2012.
Nilyati.
Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern. TAJDID Vol. XIV. No. 1.,
Januari-Juni 2015.
Otta,
Yusno Abdullah. TASAWUF DAN TANTANGAN PERUBAHAN SOSIAL. Ulumuna. Jurnal
Studi KeIslaman / Volume XIV* No 2* Desember 2010.
Rahman,
Fazlur. Islamic Methodology in History. Ed. Terj. Anas Mahyudin. Membuka
Pintu Ijtihad. Bandung : Pustaka. 1984.
Shihab, Alwi. Anatara Tasawuf Sunni dan
Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di indonesia. Depok : Pustaka Iiman. 2009.
Sholihin,
M. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: Raja
GrafindoPersada. 2005
Smith,
Huston. Kebenaran yang Terlupkan : Kritik atas Sains dan Modernitas. Terj.
Inyiak Ridwan Muzir. Jogjakarta : IRC IsoD. 2001.
[1]Pemahaman ini didasarkan
pada dua hal. Pertama, kata ini, shûff, dialamatkan kepada mereka yang memakai pakaian
yang terbuatdari Shûff. Kedua, sekelompok orang yang tinggal di teras mesjid di
kota Madinah yang dikenal dengan ahl al-Shuffah. Ada juga, sebagian sarjana orientalis
yang mengidentikkan pengertian tasawuf dengan kata sophis; suatu istilah yang
diidentikkan kepada sekelompok filsuf Yunani kuno. Lihat : Yusno Abdullah Otta,
TASAWUF DAN TANTANGAN PERUBAHAN SOSIAL, Ulumuna, Jurnal Studi KeIslaman
/ Volume XIV* No 2* Desember 2010, hal. 2.
[2] M. Sholihin, Melacak
Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2005), Hal.
1-2.
[3]Ahmad Bangun Nasution, dkk, Akhlak Tasawuf : Pengenalan, Pemahaman dan
Pengaplikasiannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), Hal. 60-61.
[4]Alwi Shihab, Anatara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di
indonesia, (Depok: Pustaka Iiman, 2009), Hal. 1-3.
[6] Haidar Bagier,
Manusia Modern mendamba Allah : Renungan Tasawuf Positif
[7] Nilyati, Peranan
Tasawuf dalam Kehidupan Modern, (TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015),
Hal. 130-132.
[8] Salman Nashif
Al Dahduh, Bebas dari Jerat Dunia, Terj. Lukman Junaidi. (Bandung :
Pustaka Hidayah, 2002), Hal. 20.
[9] Huston Smith, Kebenaran
yang Terlupkan : Kritik atas Sains dan Modernitas, Terj. Inyiak Ridwan
Muzir, (Jogjakarta : IRC IsoD, 2001), Hal. 130.
[10] Tri Astutik
Haryati, Tasawuf dan Tantangan Modernitas, (Ulumuna, Volume XIV, No. 2
Desember 2010), Hal. 422.
[11] Abuddin Nata, Akhlak
Taasawuf, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2012), Hal 294.
[12] Abuddin Nata, Akhlak
Taasawuf, Hal. 294.
[13] Fazlur Rahman,
Islamic Methodology in History, Ed. Terj. Anas Mahyudin, Membuka
Pintu Ijtihad, (Bandung : Pustaka, 1984), Hal. 181.
Terimakasihh sangat membantu referensinya dari buku sukaa
ReplyDelete